Minggu, 10 Mei 2009

Sejarah Bandung Di Jaman Baheula


Cikal Bakal Kabupaten Bandung, semula berada di Karapyak atau Bojongasih di tepi sungai Cikapundung, dekat muaranya yaitu Sungai Citarum. Nama Karapyak kemudian berganti menjadi Citeureup. Bahkan nama itu hingga kini tetap abadi menjadi salah satu nama Desa di Dayeuhkolot. Bupati pertamanya adalah Wiraangunangun (1641-1670).


Pada masa Bupati Wiranatakusumah II (1794-1829) Ibukota Kabupaten Bandung dipindahkan dari Karapyak (Dayeuhkolot) ke pinggir Sungai Cikapundung atau Alun-alun Bandung sekarang. Pemindahan Ibukota tersebut adalah atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda "Deandels", tepatnya pada 25 Mei 1810. Alasan pemindahan Ibukota, karena dinilai daerah baru tersebut akan memberikan prospek baik terhadap perkembangan wilayah itu, karena saat itu Deandels yang mendapat julukan "Mas Galak" tengah membuat jalan dari Anyer ke Panarukan, yang kebetulan melewati tatar Priangan atau Kotamadya Bandung pada saat sekarang ini..

Sewaktu jembatan penyebrangan Sungai Cikapundung selesai dibuat, syahdan maka Deandels-lah orang pertama yang menyebranginya. Lewat beberapa ratus meter kemudian ia menancapkan tongkat kayu dan berkata "Coba usahakan, bila aku datang kembali ke tempat ini, telah dibangun sebuah kota". Konon pula, bekas tongkat kayu ditancapkan itu dijadikan Kilometer Nol Kota Bandung.

Adalah Bupati Wiranatakusumah IV dinilai sebagai seorang pamong yang progresif, dialah peletak master plan yang disebut Negroij Bandung. Ia pada tahun 1850 mendirikan pendopo Kabupaten Bandung (sekarang rumah dinas Walikota Bandung, persis di depan Alun-alun Bandung) dan Mesjid Agung Bandung. Ia juga memprakarsai pembangunan sekolah raja (pendidikan guru) dan pendidikan sekolah para menak.

Atas jasa-jasanya di segala bidang Wiranatakusumah IV mendapat penghargaan dari Pemerintah Kolonial Belanda berupa bintang jasa. Kemudian karena penghargaan inilah, rakyat Kabupaten Bandung selalu menyebut Bupati yang satu ini, dengan nama Dalem Bintang. Bupati yang populer di hati rakyat ini kemudian diganti oleh Raden Adipati Kusumadilaga.

Pada masa Bupati Kusumadilaga, tepatnya 17 Mei 1884 di Kabupaten Bandung mulai masuk jalan Kereta Api. Ibukota Kabupaten Bandung-pun mulai ramai. Penghuninya bukan saja hanya pribumi, namun orang Eropa dan Bangsa Cina terus berdatangan, yang dengan demikian maka semakin majulah perekonomian Kabupaten Bandung pada saat itu. Pada masa R A A Martanegara (1893-1918), yaitu pada 21 Februari 1906, Kota Bandung sebagai Ibukota Kabupaten Bandung, statusnya berubah menjadi Gemeente (Kotapradja), dengan pejabat Walikota pertama adalah Tuan B Coops. Sejak itulah kota Bandung resmi terlepas dari Pemerintahan Kabupaten Bandung hingga sampai dengan saat sekarang ini.

Di jaman Republik, pada saat pmerintahan Kabupaten Bandung dipegang oleh Bupati R H Lily Sumantri, terjadi peristiwa penting, yaitu rencana pemindahan Ibukota Kabupaten Bandung yang semula berlokasi di Kota Bandung ke daerah Baleendah di wilayah hukum Kabupaten Bandung. Kepindahan ini disebut sebagai kembalinya ibukota ke tapak cikal bakal Kabupaten Bandung pertama semasa Tumenggung Wiraangunangun. Dalam perkembangannya, atas beberapa pertimbangan, fisis, geografis daerah Baleendah tidak memungkinkan untuk menjadi Ibukota, maka Ibukota diboyong ke lokasi baru, yaitu di Desa Pamekaran Kecamatan Soreang. Diatas lahan seluas 24 hektar, kini berdiri kompleks perkantoran Pemerintah Kabupaten Bandung, dibangun dengan gaya arsitektur tradisional Priangan.

Sumber :
* Haryoto Kunto (Wajah Bandung Tempo Doeloe)

Sumber :
http://www.geocities.com/denyhamdani/bdg/sejarahbdg.htm
10 Mei 2009

Sumber Gambar:
http://yulian.firdaus.or.id/wp-upload/0bandung5.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar